Kamis, 03 November 2011

[One-Shot] I LVOE YOU!!! (YoonHae)



Genre : One-shot, Romantic Comedy
Rating : PG-15
Word Counts : 4,247
Note : Hi semuanya!! Apa diantara kalian ada yang kangen dengan YoonHae ff berdasarkan beberapa kebetulan mereka sehari-hari?? kkk. Here we go!!, Mari temani aku untuk berkhayal tentang seperti apa kehidupan mereka sehari-hari. Whhhaaa.
and sebelum ff lainnya yang 100% fiction aku publish, kebetulan masih beberapa page lagi hhee. Maklum ceritanya lumayan panjang. Hiks. Mohon sabar ya semuanya!! ^^
Happy Reading All!!
I LVOE YOU!!
Yoona x Donghae
Dipilihnya bunga matahari yang tampak segar dimana kelopak bunganya melebar, lalu di tariknya beberapa tangkai untuk diserahkan pada sang penjual. Kemudian senyum di wajahnya pun mengembang dan matanya yang sipit semakin menyempit, sungguh senyum sebuah kebahagiaan yang sulit untuk digambarkan.
“Berapa semuanya?” Tanya Donghae segera seraya mengeluarkan uang dari dompetnya.
“30,000 Won!!” Wanita dengan rambut digelung itu pun dengan cepat menghitung.
“Oh. Ini!” Donghae tanpa ragu mengocek uangnya.
Segera Ia beranjak dari toko itu bersama dengan sekeranjang penuh bunga matahari yang warnanya secerah sang mentari di siang bolong. Kakinya pun melenggang mulus maju ke depan, dan senyum berseri-seri tak ketinggalan menghiasi wajahnya.
Sekejap Laki-laki mengenakan hoodie hitam dan celana pendek itu duduk dengan tenang di dalam mobilnya yang nyaman. Ditaruhnya perlahan keranjang bunga di jok belakang, lalu mang-click sabuk pengaman. Mesin mobil yang sudah menyala pun langsung dijalankannya dengan perlahan keluar dari area parkir.
Melaju mobil audi putih itu di antara mobil-mobil lain yang memadati jalan raya satu arah. Jembatan penghubung dilaluinya dengan sigap, tangan kirinya lekas menekan tombol on untuk menyetel pemutar musik. Alunan musik bergenre R&B pun siap menjadi sahabat setia yang menemaninya sepanjang perjalanan pulang. Di tengoknya sesekali keluar jendela untuk melihat pemandangan sungai Han yang memukau, dan tak melalaikannya untuk mengingat kembali kenangan manis yang pernah dialaminya disana.
Flashback
“Argh!!” Laki-laki itu keluar dari van dengan terpincang-pincang, lalu memaksakan dirinya untuk terus berjalan menuju klinik, dibantu oleh sang manajer. Tampak lututnya yang sudah diperban namun tak jua menghentikan darah yang terus berceceran.
Tampak cahaya lampu neon yang menerangi halaman depan, pintu pun lekas digeser dengan kasar. Kedua orang itu tampak tergesa-gesa menghampiri sang Dokter yang sudah siap dengan peralatannya di ruang darurat.
Donghae pun duduk tepian ranjang, terdengar suara rintihannya menahan perih. Dokter paruh baya itu dengan sigap menangani cedera di lutut yang diakibatkan oleh keteledorannya sendiri saat shooting salah satu acara di televisi.
Lampu sorot segera dinyalakan lalu diarahkan ke lutut Donghae yang bengkak dan sudah dipenuhi dengan goresan-goresan berselimut darah segar. “Lukanya tidak terlalu parah. Sekitar satu atau dua minggu kupastikan kau sudah sembuh.” Sang Dokter dengan pastinya. “Tapi kau tidak bisa beraktivitas dulu untuk sementara waktu.”
“Maksud Dokter?”
“Harus perbanyak istirahat dan jangan melakukan gerakan-gerakan yang memperlambat pemulihan.” Jelas Dokter itu lalu beranjak dari hadapan Donghae, melangkah pelan menuju meja kemudian menulis resep dengan cepat.
“Berarti aku tidak bisa ikut berlatih choreography bersama dengan member lainnya, begitukah?” Donghae tak percaya.
Sang Dokter menganggukkan kepalanya mengiyakan, “Ini.” Lalu memberikan resep pada Donghae. “Semoga cepat sembuh!” Akhirnya seraya mendoakan kepulihan sang pasien.
“Aish . . . Tapi, kakiku tidak sesakit itu. Aku masih sangat kuat untuk berlari.” Donghae memaksakan dirinya untuk berdiri di lantai, namun roboh dan terhempas ke atas tempat tidur.
“Lihat!! Kau masih belum bisa bergerak bebas.”
Mendadak perseteruan ringan antara pasien yang keras kepala dan sang Dokter yang coba sabar itu, terhenti barang beberapa menit. Jeritan dari i-phone yang bergetar, itulah penyebabnya. Donghae segera mengamati nama sang penelpon, Ia tanpa ragu lekas menjawab panggilan itu. “Yoong!! Kau dimana?”
“Aku menunggu Oppa!! Bukankan Oppa berjanji akan segera menemuiku sepulangnya shooting. Sekarang sudah hampir jam 11 malam, seharusnya aku yang bertanya Oppa dimana?” Nada bicara Yoona terdengar sangat kesal.
“Oh itu!! Maafkan aku Yoong. Tiba-tiba saja terjadi sesuatu . . .” Donghae terputus.
“Apa yang terjadi?”
Donghae enggan untuk bercerita. “Ah, sudahlah. Aku akan segera datang menemuimu. Tunggu aku!” Ditutupnya lekas obrolan singkat itu. “Aku permisi dulu. Terimakasih.” Ia pun membungkuk sedikit lalu bergegas keluar dari klinik dengan keadaan kakinya yang masih sakit.
“Donghae kau mau kemana?” Tanya Sang Manajer yang terabaikan.
Ia tetap saja pada keteguhan pendiriannya untuk menemui sang pujaan hati yang menanti hadirnya. Panggilan cinta dari orang terkasih, menjadi mantra yang memberinya kekuatan.
Duduk gadis itu termenung di tepian, menghadap sungai Han yang arus airnya mengalir tenang. Namun tak setenang hatinya yang tengah dilanda kekalutan, coba terus bersabar agar janji tak menjadi dusta yang hanya membuatnya kecewa. Raut wajahnya perlahan cemberut dan kedua alisnya mengkerut.
“Im Yoona!!”
Suara yang sudah tak asing lagi di telinganya lekas menjadi seruan untuknya berdiri lalu menengok ke belakang. “Hwae Oppa!!” Sambut Yoona pada yang tercinta. Segera Ia berlari kecil untuk menghampiri sosok Donghae yang baru saja muncul. “Aish, kau kemana saja? Lihat!! Sekarang sudah jam setengah 12.” Ia seraya memperlihatkan menit jam di i-phone-nya.
“Maafkan aku!!” Donghae menahan perih.
Yoona mengerucutkan bibirnya, belum jua sadar bahwa saat itu lutut Donghae tengah cedera. “Ayo, Oppa!” Lekas diisinya ruang kosong jemari Donghae dengan jemarinya.
“Tunggu!!” Donghae tak juga bicara tentang kondisinya. Perban yang tadi melilit untuk menutupi luka pun sobek terkoyak-koyak, darah segar kembali mengucur lembut.
Yoona sontak membungkuk untuk mengamati, “Oppa? Ada apa dengan lututmu?”
“Itulah masalahnya. Tadi aku terjatuh saat shooting.” Cerita Donghae dan wajah kekanak-kanakkannya pun mulai terlihat. “Aku sudah sangat berhati-hati, tapi tetap saja musibah tak dapat kuhindari. Kau tahu rasanya sakit sekali, . . .” Ia mulai bermanja.
“Aish . . . Kenapa kau tidak memberitahukannya padaku?” Yoona langsung menepuk geram pundak laki-laki itu. “Bagaimana ini?” Cemasnya.
“Karena aku sudah berjanji padamu untuk bertemu di sini, makanya aku buru-buru datang.” Donghae dengan polos menjelaskan lalu melipat bibirnya.
“Kalau begitu kita pulang saja!” Yoona segera memapah Donghae untuk berjalan.
“Aw . . .” Donghae baru merasakan sakit yang teramat sangat karena ulahnya sendiri.
“Apa perlu aku menggendongmu?” Yoona lekas menawarkan punggungnya.
“Ah, kau ini apa-apaan? Tidak mungkin seorang perempuan menggendong laki-laki.” Tolak Donghae demi harga dirinya.
“Bukankah Oppa sering menggendongku, sekarang sudah saatnya aku untuk balas budi.” Paksa Yoona.
“Sudahlah. Aku tidak apa-apa!!” Donghae terus saja menolak. “Kita kembali ke klinik saja.” Pintanya.
Yoona segera melingkarkan lengan Donghae dipundaknya, membantu laki-laki itu untuk berjalan. “Oh, baiklah!! Dimana mobilmu, Oppa?”
“Disana!!” Donghae menunjuk ke arah parkiran sebelah kanan.
“Ayo kita pergi!! Berhati-hatilah!!” Yoona dengan lembutnya, dan api amarah yang tadi meledak-ledak reda dalam sekejap.
Donghae hanya bisa tersenyum simpul untuk menyimpan tawanya, mendapati sikap perhatian dari sang kekasih yang begitu besar untuknya. Mereka pun lekas beranjak dari sungai Han yang tampak sepi dari pengunjung karena malam telah larut.
Di salah satu ruang perawatan yang lengkap dengan peralatan, Yoona pun menjelma menjadi suster hanya untuk sang kekasih. Rambutnya dikuncir rapi dan dengan penuh kesabaran serta ketelitian, dilepaskannya perban  yang tadi membalut luka di lutut Donghae lalu menggantinya dengan perban yang baru.
Donghae yang duduk manis seperti anak kecil hanya diam membisu dengan mulut bungkam namun matanya tak luput untuk terus memperhatikan aksi Yoona yang dengan sigap mengobatinya.
Tampak Yoona yang bernafas lega. “Selesai, Hwae Oppa-ku sayang.”
“Kelak kalau aku sakit, kau saja yang jadi susternya. Kau mau ‘kan?” Donghae sambil mencolek dagu gadis itu.
“Baiklah. Tapi kau tetap harus membayarku, ingat tidak ada yang gratis di dunia ini.”
“Aku akan membayarmu dengan cintaku.” Donghae mulai lagi dengan gombalannya.
“Aish, Oppa pikir aku bisa kenyang dengan makan cinta.” Raut wajah Yoona yang tadi hangat bak malaikat berubah seketika.
“Ne!!” Donghae tersedak.
“Oppa, harus membayarku dengan uang.” Tegas Yoona seraya menadahkan sebelah tangan kanannya.
“Argh, kau ini!!” Donghae hampir saja menyentil kening gadis itu. “Baiklah, aku akan menyisikan sebagian dari hasil jerih payahku untukmu. Lagipula kelak, kau kan akan menjadi istriku.”
“Kita lihat saja nanti.” Sahut Yoona ragu.
“Ne!!” Donghae terus saja terperanjat kaget dan raut wajahnya berubah masah
Yoona pun lekas membalas dengan menjulurkan lidahnya lalu tertawa penuh kemenangan. Nafasnya segera dihembuskan dengan ringan, “Aku suka Hwae Oppa yang merajuk!! Ini permen untukmu, kau harus cepat sembuh. Okay!!” Gadis itu seraya mengeluarkan permen lollipop dari saku hoodie-nya lalu menyerahkannya pada Donghae. “Nanti, kalau Dongsaeng sudah sembuh. Noona akan traktir Dongsaeng ice cream, mau kan?” Ia berguyon.
Donghae lekas mendengus pelan lalu ikut tertawa kecil melihat tingkah Yoona. Muka dibuangnya untuk melihat ke arah lain, lalu tersenyum lebar ke arah Yoona sebagai ungkapan terimakasih.
Flashback End
융 ♥ 훼
“Huh . . .” Nafasnya dihela pelan lalu lehernya yang kaku dilenggokkan beberapa kali untuk direnggangkan. Duduk gadis itu di atas sopa ruang tengah kemudian bersandar sejenak untuk melepas lelah. “Sungguh perjalanan yang sangat melelahkan, dua hari konser di luar negeri. Beruntung semuanya berjalan lancar.” Desahnya lega.
Tiba-tiba raut wajah kelegaan itu berubah panik, Ia berdiri dari duduknya yang nyaman dan melompat spontan. “Bunga Matahari!” Serunya. “Aish, aku hampir lupa untuk menyiramnya. Bagaimana ini?” Ia gelagapan.
Kakinya pun dengan cepat digerakkannya menuju ruang belakang lalu berlari lagi menaiki tangga agar segera sampai di atap apartment.  Keringat mengucur di dahinya, tangan dan kakinya gemetar dan nafasnya pun tak teratur. Raut wajah kecemasan itu sirna dalam waktu sekejap saat mendapati bunga matahari yang diletakkannya di sana, baik-baik saja.
“Oh, syukurlah! Aku hampir saja mati karenamu.” Gumamnya lalu berjalan ke arah kran dan mengambil segayung air kemudian menyiramkanya ke tanaman itu. “Selama ada matahari yang menyinarimu, kau akan terus hidup meskipun aku tak ada disini menjagamu. Begitukah?” Gerutunya. “Ayo!! Minum yang banyak agar kau tetap tumbuh sehat.” Yoona memperlakukan bunga matahari itu layaknya manusia.
Tiba-tiba terdengar suara gonggongan seekor anjing, Ia segera menoleh mencari asal suara tersebut. Ditemukannya Bada yang tengah berlari ke arahnya lalu menjilati sepatunya, tampak bekas air liur anjing itu menempel di sana. Yoona pun menyambutnya dengan tertawa geli lalu menggendong anjing putih yang tampak begitu menggemaskan.
“Bada!! Sudah lama tidak bertemu!!” Sapanya. “Tapi dimana Hwae Oppa?” Tanyanya lalu celingukan mencari keberadaan sang kekasih.
“Yoong!!” Panggil Donghae gembira.
“Oppa!!” Yoona segera membebaskan Bada dari pelukannya lalu berlari kecil untuk menghampiri laki-laki itu. “Oppa!!” Sambutnya lagi dengan hati senang.
“Aish, sepulangnya dari Taiwan seharusnya kau langsung menemuiku. Apa kau tidak tahu kalau aku begitu ingin bertemu denganmu.”  Gerutu Donghae.
“Maafkan aku, oppa!!” Yoona memelaskan wajahnya.
“Sebagai permohonan maaf, bagaimana kalau nanti malam temani aku menonton pertandingan sepak bola?” Pinta Donghae dengan nada sedikit memaksa.
“Pertandingan Sepak Bola?” Yoona sedikit kaget. “Bukankah sekarang masih dalam suasana chuseok, apa para pemain bola tidak diberikan libur?” Ia sedikit heran. “Dan lagi, apa tidak sebaiknya kita ke rumah Appa? Kebetulan Appa, Eonni ingin sekali bertemu denganmu. Oppa?” Ia tak sungkan untuk memberikan saran.
“Sepulangnya dari pertandingan, kita akan segera ke sana.”
“Baiklah. Kalau memang itu yang Hwae Oppa-ku sayang inginkan.” Yoona mengalah saja.
Donghae segera berbalik untuk beranjak dari tempat itu, namun tiba-tiba langkah kakinya terhenti. “Satu hal lagi, jangan lupa untuk mengenakan hanbok.” Pinta Donghae seraya memalingkan lehernya untuk menengok Yoona.
“Hanbok?” Yoona terus saja kaget, keningnya pun dikernyitkan menunggu penjelasan.
“Tentu saja. Bukankah kau sendiri bilang ingin membesuk Appa dan Eonni-mu. Aku juga akan mengenakannya, jadi kau tak perlu khawatir. Kau tidak sendirian berpakaian hanbok menonton pertandingan sepak bola.” Donghae menenangkan.
“Baiklah. Hwae Oppa!” Yoona terus saja menuruti.
Lagi-lagi Donghae mengurungkan niatnya untuk berjalan, tubuhnya pun kembali berpaling untuk menghadap ke arah Yoona yang tengah mengerecutkan bibirnya.
“Ada apa lagi, Oppa?” Yoona kebingungan.
“Sepertinya ada yang terlupa untuk aku sampaikan.” Donghae mendekatkan dirinya beberapa langkah lalu menatap lembut ke dua bola mata gadis itu.
Yoona pun hanya terdiam, kedua bahunya diangkat tak mengerti. Laki-laki itu segera melesatkan ciuman mesra nan lembut barang sejenak di pipi kanan gadis itu.
Mulut Yoona perlahan menganga, beberapa kali matanya dikedipkan.  Kedua bola mata Donghae yang menatapnya seperti tengah memercikan kilatan sihir yang membuatnya tak berdaya.
Donghae segera  menjentikkan jarinya di depan mata Yoona yang membisu, “ Ya!! Im Yoona!! Apa perlu kau merautkan ekspresi berlebihan seperti ini, Hah?” Ejeknya lalu tertawa kecil. “Ini bukan kali pertamanya aku mencium pipimu, bukan?”
Gadis itu pun langsung salah tingkah, lekas digosoknya leher yang tadi kaku. “Tidak, bukan begitu Oppa . . . “ Yoona menyangkal.
“Ah, sudahlah.” Donghae segera menyela, “Kau pasti terpesona oleh ketampananku, bukan?” Ia menyombongkan diri. “Sudah lama tidak bertemu denganku, setelah berjumpa aku langsung mencium pipimu. Kau pasti merasa sangat beruntung memiliki kekasih seperti aku, benarkan?” Seraya melingkarkan lengannya di leher Yoona, Ia pun tersenyum nakal untuk terus menggoda gadis itu.
“Tidak, kataku.” Yoona menepis pernyataan itu. “Aku tidak terpesona padamu, kau itu . . .” Kalimatnya terus saja terputus.
“Ah, sudah mengakulah!” Donghae mencolek dagu Yoona.
“Tidak Oppa!!!” Yoona membantah dan lagi-lagi pembelaan dirinya tak diiyakan oleh Donghae.
“Ayo, Bada kita pulang!!” Donghae pun beranjak dari tempat itu diiringi Bada yang segera menyusul. “Sampai jumpa lagi di stadion.” Pamitnya.
Lekas Yoona menghela nafasnya pendek, “Huhf!! Iya, Hwae Oppa. Aku terpesona pada setiap apapun yang kau lakukan padaku, bahkan sekalipun kau membuatku menangis aku akan selalu luluh oleh tingkahmu.” Batinnya mendesah lalu tersenyum menyaksikan laki-laki itu perlahan menghilang dari penglihatannya.
융 ♥ 훼
Ditiliknya kolong ranjang, lalu ditariknya koper besar berisi pakaian tak terpakai. Segera ditiupnya debu yang menutupi lalu disapu dengan tangannya hingga bersih. Ia pun terbatuk-batuk mencium kepulan debu yang menusuk hidungnya. “Uhuk . . . uhuk!!” Suara itu menggema di kamarnya. “Aish . . . Kalau bukan karena Hwae Oppa, aku benar-benar tidak mau mengenakan hanbok menonton sepak bola.” Gumamnya. Segera tangannya mengambil selembar hanbok yang tersimpan apik di antara gaun-gaun lainnya.
Sekejap Ia sudah berdiri di depan cermin dibalut dengan hanbok perpaduan warna biru-hijau putih dan warna-warna lembut yang serasi untuk menghias lengan panjangnya. Rambut bersama poninya pun segera digelung dan ditancapkan penjepit agar tertata lebih rapi,  keningnya yang indah pun terlihat jelas.
Senyum tipis perlahan mengembang menghiasi wajahnya yang manis, “Selesai!!” Serunya gembira. Suara jeritan i-phone yang bergetar di atas laci pun mengejutkannya. Lekas diraihnya alat komunikasi itu, tanpa berpikir panjang dengan satu sentuhan jari telunjuknya langsung menjawab panggilan jarak jauh dari sang kekasih.
“Hwae Oppa, kau dimana? Apa kau sudah siap?” Tanyanya sembari mengikat tali pita di dadanya.
“Aku sudah di stadion sepak bolanya sejak setengah jam yang lalu.” Semprot Donghae segera. “Kenapa kau belum juga datang? Pertandingannya sebentar lagi akan dimulai.” Gerutunya.
“Ya!! Seharusnya kau mengerti seorang perempuan itu butuh waktu lama untuk berdandan, Oppa!!” Sahut Yoona membela diri.
“Ah, cepatlah kemari! Pertengkaran kecil ini hanya mempelambat kau menuju stadion.” Donghae tak mau berpanjang lebar.
“Bukan aku yang terlalu lambat tapi Oppa yang terlalu cepat. Kenapa Oppa tidak menjemputku, bukankah dengan begitu kita bisa berangkat sama-sama ke sana.” Yoona ikutan protes.
“Ya!! Cepatlah kemari!” Perintah Donghae dengan suara tinggi.
Yoona langsung menjauhkan telinganya dari i-phone mendengar pekikan itu, “Baiklah Oppa. Aku paham, aku paham.” Tutupnya segera.
Ia pun lekas melangkah cepat meraih tas slempang di atas ranjang, kemudian bergegas beranjak dari kamar ditemani sandal bulu rilakkuma. Terburu-buru Ia melewati koridor dan hampir terlupa untuk mengganti alas kaki yang digunakan.
 “Argh . . . hampir saja.” Desahnya baru teringat. Sandal bulu yang dikenakan pun lekas dilemparnya ke dekat rak sepatu, lalu menggantinya dengan sepatu ballet. Nafasnya mulai terengah-engah memasuki lift yang mengantarkannya ke bawah menuju lobi.
융 ♥ 훼
Teriakan para supporter kesebelasan, tengah  menggelora di  stadion. Jiwa-jiwa orang itu pun sudah terisi penuh oleh semangat juang untuk menyerukan yell-yell, nyanyian yang berupa dukungan untuk tim kesayangan.
Terlihat pipi mereka yang dicat seperti warna bendera, lambang dari tim yang diagung-agungkan. Beberapa juga dengan bangga mengenakan kostum yang sama persis dengan kostum yang dikenakan para pemainnya.
Hanya Donghae disana duduk diantara ratusan penonton lainnya, yang mengenakan hanbok perpaduan warna biru putih. Membuat sosok laki-laki itu tampak berbeda dan lebih menonjol dari yang lainnya. Ditengoknya lagi ke arah lain untuk mencari keberadaan sang gadis yang tengah dinanti.
Tampak dari ujung bangku penonton, Yoona tergopoh-gopoh menghampiri. Ia sedikit kesulitan untuk bergerak karena hanbok yang tengah dikenakan. Wajahnya masih tampak cantik meski hanya dengan solekan make-up seadanya. Nafasnya yang tersengal-sengal segera diaturnya pelan sambil mengipaskan tangan ke lehernya yang penuh dengan keringat membasahi. Seperti kehabisan suara, lidahnya sulit untuk berucap. “Hwae Oppa, maafkan aku!” Mohonnya sembari mengatup tangan dan wajahnya pun dirautkan memelas.
“Aish, dasar kau ini!” Donghae hampir saja dibuat kesal olehnya.
Senyum yang tadi sempat kempis kembali dikembangkannya saat mengetahui emosi sang kekasih sudah redam, Ia pun meringis barang sejenak. “Terimakasih, Lee Donghae Oppa!!” Ucapnya dengan sangat manis.
“Cepat duduklah! Pertandingannya sudah dimulai.” Donghae menyuruh dengan lembut lalu menarik pergelangan tangan gadis itu dan meminta Yoona untuk duduk tepat di sampingnya.
Yoona dengan senang hati berada di dekat kekasihnya tersayang, tapi perlahan raut wajah ceria itu berubah heran. Bibir bawahnya pun dimajukan, membuatnya terlihat manyun. “Tapi, Oppa kenapa hanya kita berdua yang mengenakan hanbok? Lihat!! Orang-orang mulai memperhatikan kita!” Ia sambil meletakkan tas slempang di pangkuan, menunjukkan kerisihannya.
“Ah, sudahlah tak usah peduli pada apa yang orang lain katakan.” Donghae sambil mengibaskan tangannya sekali, meminta agar gadis itu tak mengambil pusing. “Ayo, kita lihat saja pertandingannya.” Segera dilingkarkannya lengan di pinggang gadis itu.
Yoona pun tak berbuat banyak, Ia diam saja dan matanya segera dialihkan menatap lurus ke depan untuk mengamati jalannya pertandingan. Mulutnya coba bungkam dan bertahan dalam ketidaknyamanan atas hanbok yang menyelimuti tubuhnya begitu menyesakkan.
“Woah!!!! Ayo, terus serang!!” Donghae seraya mengepalkan kedua tangannya tampak begitu menggebu-gebu. “Ah . . . sayang sekali.” Kepalanya pun digelengkan dan kekecewaan tergambar dari wajahnya yang masam mengetahui tim kesayangan belum berhasil memasukkan bola ke gawang. Ekspressi demi ekspressi diperlihatkannya untuk melukiskan betapa antusianya Ia pada pertandingan yang tengah berlangsung, sementara Yoona tampak lebih tertarik untuk melihat tingkah kekanak-kanakannya yang tak pernah berubah.
융 ♥ 훼
Beberapa penonton pulang dengan perasaan lega mendapati tim kesebelasan tercinta berhasil menang, beberapa wajah penonton yang lainnya tampak kecewa mengetahui tim mereka telah ditaklukkan oleh pihak lawan. Diantara orang-orang yang putus asa itu termasuk juga salah satunya Donghae, semangatnya yang tadi membara padam seketika.
“Tidak apa-apa, Oppa.” Yoona meletakkan tangannya di pundak lelaki itu. “Bukankah di setiap pertandingan ada kalah dan ada yang menang.” Ia coba menenangkan.
“Iya, aku paham.” Donghae masih saja dengan wajah cemberutnya karena tak dapat menerima kekalahan itu dengan hati lapang.
Yoona pun hanya tertawa kecil melihat sikap Donghae yang ketus.
Keduanya segera beranjak dari bangku penonton, pelan-pelan ikut berdesakan bersama masyarakat lain yang meluangkan waktu untuk pergi ke sana. Donghae pun lekas merangkul erat bahu sang kekasih dan menjaga gadis itu semampunya.
Langkah mereka tiba-tiba terhenti di halaman depan, tak satu orang pun yang menaruh curiga pada keberadaan mereka. Terlebih saat itu langit sudah mulai gelap, hanya beberapa lampu yang menyala menerangi tiap sudut luar stadion.
“Tunggu, Oppa!” Cegat Yoona.
“Kenapa?” Donghae mengernyitkan dahinya heran.
“Aku ingin . . .” Yoona agak ragu, terlihat Ia yang sudah tidak sanggup lagi menahan diri untuk buang air kecil. Ia pun hanya bisa memberikan isyarat untuk memberitahukan keinginannya itu.
“Ah, aku paham. Cepatlah, aku akan menunggumu!” Donghae pun mempersilahkan.
“Terimakasih, Oppa.” Yoona tanpa berbasa-basi segera berlari mencari keberadaan toilet wanita yang letaknya tak begitu jauh dari gerbang depan.
Sekejap Ia sudah kembali dengan raut wajah penuh kelegaan, tapi kembali sorotan matanya menunjukkan kecemasan. Ia celingukan kesana kemari mencari keberadaan Donghae yang tiba-tiba saja menghilang dan meninggalkannya seorang diri.
“Dimana Hwae Oppa?” Pikirnya. “Aish, apa dia meninggalkanku?” Gumamnya. I-phone yang tersimpan apik dalam slempang pun bergetar untuk memberitahukan bahwa ada seseorang yang tengah melakukan panggilan. “Oppa, kau dimana?” Langsung ia menyambar.
“Aish, Yoong! Kau tidak perlu berteriak seperti itu.” Sambut Donghae terkejut.
“Oh, baiklah.” Yoona mengecilkan volume suaranya. “Oppa, sekarang kau dimana?” Tanyanya lembut.
“Berbaliklah!” Perintah Donghae dari kejauhan.
“Ne!!” Yoona semakin bingung. “Apa lagi yang sedang kau rencanakan?”
“Ayolah, cepat putar balik langkah kakimu!!” Pinta Donghae lagi.
“Baiklah, baiklah.” Yoona mematuhi dan Ia pun berputar.
“Maju beberapa langkah sampai pintu masuk stadion.” Donghae terus memandu tiap gerak gadis itu.
“Lalu?” Tanya Yoona lagi. “Aish, sebenarnya kau dimana, Oppa?” Desahnya.
“Jangan cerewet!! Teruslah berjalan.”
Gadis itu pun terus berjalan maju dengan langkah ragu mendekati lapangan hijau yang sunyi dan tampak gelap namun tak pekat, hanya biasan cahaya dari sinar rembulan yang mampu menerangi. Masih dengan i-phone di telinga, kaki pun diinjakkannya di atas rerumputan yang dilapisi oleh tetesan embun. Membuat sepatu yang dikenakannya pun sedikit lecek karena becek.
Perlahan beberapa lampu sorot yang menghadap ke gawang menyala dengan benderangnya, membuat Yoona sempat menyipitkan matanya kesilauan. Mulutnya pun terbuka sedikit, terkejut menemukan banyaknya lighstick warna sapphire blue lalu pink kemudian sapphire blue lagi, seperti itu terus bersusun berdiri tertancap sepanjang karpet merah terbentang.
Ia semakin tak percaya dengan apa yang dilihatnya, tawanya pun melebar lepas mendapati seseorang tengah berdiri mengenakan kostum Rilakkuma, tokoh beruang idolanya. Langkahnya yang tadi terhenti segera digerakkannya untuk mendekati dan mengetahui siapa gerangan yang bersembunyi di balik kostum itu.
Ekspressi wajahnya terus saja berubah melihat kejutan-kejutan lainnya seperti ada kelopak bunga matahari yang bertaburan hingga membentuk ♥. Ia pun berdiri di tengah-tengahnya bersama sang Rilakkuma yang masih belum membuka kepala besarnya.
“Hwae Oppa, Apa-apaan ini? Memang sekarang hari apa?” Yoona masih tak mengerti dan terus bertanya-tanya dengan nada heran. “Bukan hari valentine, bukan white day, dan diantara kita juga tidak ada yang ulang tahun.”
“Chuseok Day.” Jawab Donghae menyela. “Aku akan melakukan hal romantis setiap harinya padamu, bukan hanya di hari-hari penting itu saja. Setiap hari, kalau aku sempat, aku pasti akan menyiapkan sesuatu yang special untukmu. Yoong!!”
“Chuesok Day, bukankah seharusnya dirayakan bersama dengan keluarga. Aish, aku sudah beberapa minggu tidak pulang kerumah, kau justru memintaku untuk menemanimu menonton pertandingan. Appa, Eonni juga sangat ingin bertemu denganmu.” Yoona terus menggerutu.
“Ya!! Kau ini!!” Geram Donghae dibalik costume yang mulai membuatnya gerah, kepala Rilakkuma pun dilepaskan untuk membuatnya lebih leluasa bernafas. Rambutnya pun berantakan, tampak wajahnya yang kesal. “Aku sudah susah payah melakukan semua ini untukmu.”
Yoona lekas menyunggingkan bibirnya tersenyum geli melihat mimic wajah Donghae yang tengah berkomat-kamit melontarkan omelan. “Hwae Oppa, kau manis sekali!!” Ejeknya.
“Yoong!” Donghae jengkel.
“Tapi Oppa, kau cepat sekali menyiapkan semuanya ini.” Puji Yoona. “Padahal aku hanya sekitar 15 menit saja ke kamar kecil tadi.”
“Member yang lain membantuku.” Tutur Donghae singkat.
Tikar yang digelar tepat di pusat taburan kelopak bunga matahari berbentuk hati tadi segera mereka duduki. Yoona masih dengan hanbok yang dikenakannya dan Donghae juga dengan kostum Rilakkuma namun tanpa kepala.
Laki-laki itu terus saja melakukan hal-hal romantis untuk kekasihnya, di tangannya sudah siap boneka puppet Rilakkuma. Lalu digolekkannya sesuai dengan apa yang terucap oleh mulutnya. “Yoong, coba kau lihat ke atas! Bukankah langit malam ini sangat cerah.” Donghae menggombal dengan suaranya yang disamarkan seperti suara beruang Rilakkuma.
Yoona sambil memeluk lututnya lekas mendongak untuk memperhatikan, “Langitnya mendung, Kkuma. Tidak cerah, coba kau lihat baik-baik.” Bantahnya.
“Aish  . . . Apa tidak bisa kau berpura-pura langitnya cerah.” Paksa Donghae.
“Baiklah. Baiklah!” Yoona mengiyakan. “Benar langit malamnya sa . . ngat cerah.” Nada bicaranya pun lebih menekan dan terdengar berlebihan.
“Coba kau hitung ada berapa banyak bintang yang menghiasi!” Pinta Donghae.
Yoona dengan jari telunjuknya mulai menghitung, “Emm . . . satu, dua,  . . . tiga.” Matanya yang besar, disipitkan untuk mempertajam penglihatan. “Empat, Lima . . . Dua belas.” Yakinnya. “Ah, muncul lagi satu, jadinya tiga belas.” Jawabnya mantap.
“Ah, Pabo!!” Ejek Donghae. “Bintangnya hanya ada satu yaitu kau.”
“Hwae Oppa!! Sebenarnya ada apa denganmu malam ini? Kenapa terus saja menggombal padaku?” Yoona mengernyitkan dahinya. “Kau tidak sedang melakukan kesalahan, bukan?” Tatapnya curiga.
“Tentu saja tidak.” Donghae menyanggah. “Hanya saja bukankah sudah lama kita tidak berduaan seperti ini. Bukan begitu?” Ia dengan nada manja melanjutkan bicara lalu menyenggol bahu Yoona.
“Aish . . .” Yoona memandang jijik pada sikap Donghae yang kekanakan. “Tapi bukankah aku adalah mataharimu, sekarang kau menjadikan aku lagi sebagai bintang. Kadang-kadang kau juga menjadikan aku sebagai rusa. Membingungkan!!” Gumamnya.
“Dan kupastikan kau juga akan menjadi Eomma dari anak-anakku.” Donghae mulai lagi dengan janji-janjinya.
“Eomma dari anak-anakmu? Jadi sebelumnya Oppa menikah dulu dengan yang lain baru menikah denganku, begitukah? Kenapa hanya anak-anak darimu? Aku tidak mau, aku hanya akan mengasuh anak yang lahir dari rahimku saja.” Yoona terus saja berguyon.
“Im Yoona!!” Donghae sudah habis kesabaran lalu merajuk dengan mengalihkan pandangannya.
“Aish  . . . aku hanya bercanda, Oppa.” Sekarang giliran Yoona yang menyenggolkan bahunya ke bahu Donghae seraya menggigit bibir dan mengedipkan mata kanannya menggoda laki-laki itu. “Oppa, usiamu sudah hampir 25, tahun ini. Tapi kau masih saja seperti anak kecil.”
“Lupakan saja!” Donghae tak mau berpanjang lebar segera dikeluarkannya tangan dari boneka puppet, lalu boneka  itu pun diberikannya pada Yoona.
“Untukku?”
“Benar, simpanlah baik-baik. Kelak, saat aku tidak berada disampingmu dan kita terpisah lagi oleh jarak karena pekerjaan. Kau cukup bicara dengannya, katakan apa yang ingin kau katakan. Kau paham?”
Sambil melipat bibirnya, Yoona pun mengangguk untuk mematuhi. Donghae lekas meraih puncak kepala gadis itu lalu mengusapnya dengan lembut diiringi senyuman penuh kehangatan.
Yoona mulai memperhatikan boneka itu dengan seksama, lalu mengamati tag name yang tertempel melekat di perut Puppet Rilakkuma. “I, L – V – O – E YOU!! Apa itu Oppa?” Diejanya tiap huruf.
“Apa, I L – V – O – E YOU! Seingatku tadi aku menulis I Love You.” Donghae membela diri. “L – V – O – E itu adalah . . .” Ia coba memikirkan singkatan dari kata itu.
“Katakan saja Oppa, salah tulis.”
Segera diambilnya lagi boneka itu,“Iya, aku salah tulis.” Donghae mengakui. Karena tadi begitu terburu-buru, jadi bingung ingin menuliskan apa. Aish, tintanya juga tidak bisa dihapus. Bagaimana ini?” Desahnya cemas.
“Ah, sudahlah. Tidak apa-apa.” Yoona merampasnya lagi. “I L – V – O – E YOU TOO, Hwae Oppa!!” Balasnya.
“Apa sebaiknya sekarang kita pulang, sudah hampir jam 9 malam.” Donghae bangkit dari duduknya lalu mengambil kepala Rilakkuma yang tadi tergeletak begitu saja di atas tikar.
“Oh, benar juga. Kita harus segera pergi ke rumahku, Appa dan Eonni pasti sudah menunggu sedari tadi.”
Tangan Donghae yang tampak besar karena dilapisi oleh kostum, lekas merengkuh dan menggenggam erat jari jemari tangan Yoona. Mereka pun berjalan sambil bergandengan tangan menjauh dari lapangan hijau, tanpa terlebih dulu membereskan lightstick, tikar, dan karpet serta kelopak bunga matahari yang perlahan berterbangan tertiup angin.
“Sebenarnya, Oppa tidak perlu mengenakan kostum Rilakkuma karena pada dasarnya Oppa sudah mirip dengannya bahkan lebih imut.” Ejek Yoona di sela perjalanannya.
“Argh, kau ini dasar!!” Donghae menggeram
Yoona pun hanya menyambutnya dengan tawa geli yang mengelitik.
Bayangan hitam yang terbias dari tubuh mereka pun terus mengikuti dari belakang. Desiran semilir angin yang berhembus sepoi-sepoi mengiringi kemana pun mereka pergi. Bintang yang tadi tampak jarang lekas bermunculan dengan suka cita dan ikut tersenyum kelap-kelip melihat kehangatan keduanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar